Selasa, 15 Desember 2015

Something About Peace Education


Kali ini, aku akan bercerita sedikit tentang kehidupanku yang dimulai sejak aku terlahir hingga sekarang aku bisa menulis sesuatu tentang 'Peace Education' di blog ini. Apa sih 'Peace Education' itu? Menurutku, arti dari 'Peace Education' itu adalah suatu bidang pendidikan yang berguna untuk mendidik manusia tentang kedamaian dalam hidup di dunia ini. Jadi, pendidikan itu tidak melulu tentang logika karena kita manusia memiliki perasaan untuk merasakan sesuatu.

Aku mengambil sedikit contoh tentang 'Peace Education' yang benar-benar aku alami sendiri. Aku terlahir di tengah keluarga yang tidak utuh (Broken Home). Jadi, aku merasakan benar yang namanya tumbuh di tengah keluarga tanpa salah satu orangtua. Ketika aku melihat anak-anak lain tumbuh di keluarga yang utuh, kadang aku merasa iri. Tapi, seiring berjalannya waktu aku merasa perpisahan di antara kedua orangtuaku itu adalah pelajaran yang membuatku tumbuh menjadi seseorang yang lebih dewasa dan bertanggung jawab karena aku tidak bisa bermanja-manja dengan kedua orangtuaku.

Sejauh ini, tidak ada yang memandang rendah diriku karena latar belakang keluargaku. Hingga pada saat aku beranjak dewasa, kurang lebih di masa SMP hingga lulus SMA aku sering merasa terdiskriminasi. Rasa ini muncul bukan karena latar belakang keluarga, tetapi karena fisik. Ya, secara fisik aku normal seperti selayaknya manusia biasa. Tapi, bentuk mata dan warna kulitkulah yang membuat orang membeda-bedakan aku dengan mereka. Secara fisik, mataku memang terlihat sipit dan warna kulitku sedikit lebih putih dari orang kebanyakan. Banyak yang bilang aku dengan sebutan (maaf) 'Cina'. 

Sebutan mereka terhadapku kadang membuatku merasa bingung. Padahal secara garis keturunan, aku bukan berasal dari keluarga chinese karena ayahku sendiri berasal dari suku batak sedangkan ibuku berasal dari suku jawa. Sebelumnya, aku tinggal di jawa bersama ibu dan tidak pernah mendapat perbedaan seperti itu. Tapi, karena pada masa SMP hingga lulus SMA aku tinggal di Medan bersama ayah dan ibu tiriku perbedaan yang menjurus ke arah membeda-bedakan suku itu mendatangiku. Awalnya aku bingung kenapa mereka memperlakukanku seperti itu. Seakan-akan aku telah melakukan kesalahan yang besar. Banyak (khususnya orang pribumi di Medan) yang tidak ingin berteman bahkan untuk melihatku. 

Seiring berjalannya waktu aku mencoba mengerti akan keadaan di Medan yang notabene memang masih terbangun dinding di antara kaum pribumi dan chinese. Entah apa yang membuat dinding pembatas itu, rasanya aku ingin meruntuhkannya. Tidak hanya di Medan, tapi di seluruh Indonesia. Berdasarkan tulisan di blog ini, aku ingin semua orang tau kalau latar belakang suku tidak bisa membuat kita lebih baik dari suku yang lain. Semuanya sama-sama baik kalau bisa bersama dan bersatu. Bukankah akan lebih indah rasanya jika Indonesia itu satu? Seperti kesatuan keluarga besar yang saling membutuhkan satu sama lain. Sebenarnya, hal ini tidak hanya bergantung pada suku saja. Tapi, mencakup seluruh aspek termasuk agama yang masih menjadi pembatas dalam kehidupan bersama. 

Semoga saja kedepannya kehidupan bersama di Indonesia bisa menjadi lebih baik lagi tanpa memandang perbedaan apapun. Apapun agamanya, sukunya, bagaimana latar belakangnya, perbedaan itu indah. Kenapa? Karena tidak ada satu orangpun yang bisa menggantikan atau bisa persis seperti kita dan apa yang kita lakukan. 

[Have Fun][Enjoy Your Life][Have A Nice Day]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar